Minggu, 19 Oktober 2008

Menggenapkan Separuh Agama

Menikah adalah hal yang akan menjadi impian semua orang, apakah yang berjenis kelamin laki-laki ataupun perempuan. Menikah adalah acara yang sangat sakral dan penuh keunikan. Ada yang senang dan bahagia, ada yang sedih dan haru ketika menyadari kalau statusnya telah menjadi seorang suami ataupun istri. Dalam sebuah pernikahan kita dapat mempelajari sesuatu hal yang tidak pernah terlintas sebelumnya. Pada pernikahan itu pula kita dapat berbagi dengan orang yang sangat kita sayangi, kasihi dan cintai, walaupun sebelumnya kita tidak mengenal siapa dia dan bagaimana dia sebenarnya. Saling terbuka, jujur, dan memberi kepercayaan sepenuhnya sehingga tidak saling menimbulkan rasa curiga antara dua belah pihak. Menikah bagi setiap muslim merupakan salah satu jalan untuk menyempurnakan separuh agamanya. Bagi yang belum jangan pernah putus berdo'a dan selalu meminta kepada Allah, karna yakinlah bahwa ALLAH itu tidak pernah tidur dan akan selalu memberikan permintaan orang-orang yang selalu meminta kepadanya. Setiap manusia tidak ada yang sendiri, pasti mempunyai pasangan masing-masing, hanya tinggal menunggu kapan waktunya semua itu terwujud. AMIN....

2 komentar:

rpur mengatakan...

Setuju...
Dengan menikah, satu pintu kemaksiatan tertutup yaitu zina.
Syetan sedih jika ada hamba Allah menikah.

btw, di smk n 36 ngajar apa pa?
kita bisa sharing lewat email, ok :)

http://r-pur.blogspot
rakhmat313@gmail.com

herizal alwi mengatakan...

Menikah untuk menyempurnakan separuh agama, cukupkah?

”Apabila seorang hamba menikah maka sungguh orang itu telah menyempurnakan setengah agama maka hendaklah dia bertakwa kepada Allah dalam setengah yang lainnya.” (H.R. Baihaqi)

Hadist di atas sangat masyhur di kalangan muslim. Tapi sayang, yang banyak dibicarakan sekedar menikah itu menyempurnakan separuh agamanya. Padahal kan nggak berhenti di situ. Coba kita amati lagi hadist tersebut. Di bagian belakang hadist tersebut ada kata-kata "...maka hendaklah dia bertakwa kepada Allah dalam setengah yang lainnya".

Ini yang mungkin kurang dibahas. Bahwa menyempurnakan agama itu nggak cukup hanya separuh saja (dengan jalan menikah). Tapi mustinya ada ghirah, ada semangat untuk menyempurnakan agamanya secara utuh. Nggak lucu dong kita menyempurnakan tapi separuhnya doang. Ibarat kita bangun rumah tapi temboknya cuma setengah tingginya trus nggak ada atapnya. Mana bisa dipakai buat berteduh, ya nggak?

Terus bagaimana tuh caranya? Nggak ada cara lain, ya dengan bertakwa kepada Allah supaya agamanya sempurna, utuh.

Nah, di sinilah pernikahan itu akan menjadi barokah, akan menjadi manfaat ketika pernikahan itu dipakai sebagai sarana meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Jadi mustinya pernikahan itu membuat ketakwaan atau paling tidak semangat seseorang untuk memperbaiki ketakwaannya kepada Allah meningkat. Ibadahnya makin rajin, shodaqohnya makin bagus, yang jadi suami lebih rajin, lebih semangat nyari nafkah, dll.

Jadi lucu kalau ada orang yang setelah nikah justru ibadahnya melorot. Musti ada yang dikoreksi dalam dirinya. Apa nih kira-kira yang salah?

Lalu ada pertanyaan begini: kan nggak ada ukuran baku buat menilai ketakwaan seseorang naik apa nggak, gimana cara ngukurnya?

Kita mah nggak perlu menilai orang lain ya. Cukup kita nilai diri kita sendiri. Setelah nikah, shalat kita gimana? Shadaqah kita gimana? Ngaji kita gimana? Intinya, seberapa baik kita menjalankan perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya. Ada perbaikan, tetep segitu aja, atau malah merosot?

Yuk, yang udah pada nikah kita introspeksi diri lagi, muhasabah lagi. Tapi nggak cuma yang udah nikah aja. Yang belum nikah juga kudu introspeksi, kudu muhasabah. Mempersiapkan diri dan mengingatkan diri sendiri supaya kalau nanti udah nikah tambah baik lagi.

Jadi sekarang kita punya goal nih, punya target yang amat sangat penting buat kita raih.
Targetnya: MENYEMPURNAKAN AGAMA SECARA UTUH, NGGAK CUMA SETENGAH.